Pembahasan filsafat
mencakup segala hal yang ada dan mungkin ada. Lupa juga dapat di bahas dalam sudut
pandang filsafat. Dalam filsafat segala objek berdimensi, demikian juga dengan
lupa. Lupa memiliki dimensi ruang dan dimensi waktu. Misalnya lupa tentang apa,
lupa pada saat dimana, bagaimana lupa yang dialami atau kapan lupa itu terjadi.
Ketika kita pernah mengalami hal-hal yang menyedihkan sehingga membuat kita
trauma. Pada saat itu, kita ingin melupakan hal-hal yang menyedihkan tersebut,
dan pada saat inilah kita bisa menyatakan itu sebagai manfaat lupa, yaitu untuk
melupakan sesuatu yang menyedihkan atau sesuatu yang tidak kita sukai sehingga
ingin dilupakan. Lupa adalah abstraksi, reduksi dan pilihan dibawah sadar yaitu
suatu keadaan ketika kita memilih untuk tidak memperhatikan, tidak memikirkan
sesuatu tanpa disadari. Pada dasarnya kodrat manusia melakukan reduksi, fokus
memikirkan sesuatu. Sehingga, lupa itu adalah sebagian besar dari hidup dan
diri kita, karena yang kita pikirkan hanya sedikit dari fenomena lain yang
lebih banyak, tetapi tidak sedang kita pikirkan atau kita lupakan.
Misalnya ketika kita sekarang sedang
belajar filsafat ilmu, pada saat itu pikiran kita hanya fokus mempelajari
filsafat ilmu, sedangkan ilmu-ilmu yang lain misalnya matematika, untuk
sementara kita lupakan dan begitu pula sebaliknya. Sehingga ada sepasang
kalimat , yang menggambarkan tentang lupa.
Orang
yang tidak lupa adalah diriku yang sedang memikirkannnya.
Orang
yang lupa adalah dirimu yang sedang tidak memikirkannnya.
Selanjutnya, kita akan
membincangkan tentang benar. Dalam filsafat, benar itu berdimensi,
bertingkat-tingkat dan bermacam-macam, seperti benar dalam penglihatan, benar
dalam pemikiran, benar dalam pendengaran. Benar dalam penglihatan adalah ketika
kita melihat fakta secara langsung, benar dalam pendengaran adalah ketika kita
mendengar sendiri, benar dalam pemikiran adalah ketika tak melihat dan
mendengar, tapi kita merasa yakin dengan pikiran kita. Dalam filsafat, ada
benar absolut dan benar material. Benar absolut adalah benar yang pasti yang
merupaklan kuasa dan milik Allah SWT, yang menyangkut ranah spiritual,
sedangkan benar material adalah benar secara hukum alam atau hukum sebab akibat
misalnya gelas yang jatuh ke lantai akan pecah. Kemudian, ketika kita menjawab
suatu pertanyaan, benar dan salahnya jawaban kita bersifat relatif karena
segala sesuatu dalam filsafat berdimensi. Sesuatu dikatakan salah atau benar
tergantung dimensi ruang dan waktu, contohnya hari ini adalah hari senin, benar
ketika diucapkan pada hari senin, kemudian ketika diucapkan pada waktu yang
berbeda misalnya keesokan harinya, maka jawaban hari senin merupakan jawaban
yang salah, karena keesokan harinya adalah hari selasa. Jawaban umum yang
berlaku satu dan universal disebut monotheisme. Jawaban yang hanya satu itu
diwujudkan dalam kebenaran spritualitas. Jawaban yang berlaku umum, semakin
universal jawabannya maka semakin absolut jawabannya dan menyangkut ke ranah Ketuhanan.
Misalnya ketika seorang umat islam di tanyai mengenai berapa dan apa saja rukun
islam, maka semuanya akan sama-sama menjawab rukun islam ada lima, yaitu
Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan naik Haji bagi yang mampu. Sehingga ini
merupakan jawaban yang sama, satu dan absolut. Sedangkan, kebenaran yang
berkaitan dengan hal-hal duniawi, maka akan menjadi kebenaran yang bersifat relatif
dan dapat berubah tergantung ruang dan waktu.
Dalam berfilsafat kita
menggunakan metode Hermeunetika yang artinya terjemah dan menterjemahkan. Hermeunetika tidak cukup hanya dipelajari tapi
juga harus dlaksanakan. Intisarinya adalah menerjemahkan, menerjemahkan
meliputi segala aspek, tidak cukup dengan hanya memikirkannya, tapi juga dengan
melihat, mengatakan, menuliskan, dan mengamalkannya. Kemudian dalam filsafat
islam, dinyatakan untuk menggapai sesuatu yang bersifat spiritual, tidak hanya dengan
memikirkannya tapi juga mengamalkannya, misalnya ibadah-ibadah tidak hanya
dipelajari tata caranya, tapi juga diamalkan dengan sungguh-sungguh. Ketika
kita membaca, menulis dan bertanya, hal ini termasuk dalam bagian dari metode
terjemah dan menerjemahkan.
Dalam
mempelajari filsafat, filsafat yunani kuno sering menjadi acuan, karena
filsafat ini masih memiliki dokumen sebagai bukti. Selain itu, secara
substansif Yunani Kuno adalah bangsa yang pertama kali mengubah mitos menjadi
Logos. Para pemikir yunani berusaha menjelaskan dan membuktikan mitos-mitos
tersebut, sehingga mitos-mitos tersebut dapat terbantahkan dengan penjelasan
ilmu pengetahuan. Mitos adalah segala sesuatu yang diketahui dan langsung diterima
saja karena dianggap sudah jelas tanpa dipikirkan atau dijelaskan lebih dahulu.
Misalnya pada zaman dahulu bangsa yunani kuno mempercayai bahwa pelangi adalah
jembatan para bidadari yang turun ke bumi, kemudian para pemikir Yunani kuno
berusaha untuk memberikan penjelasan dengan pembuktian bahwa pelangi adalah hasil
dari pemantulan cahaya. Mitos merupakan musuh besar filsafat, karena dengan
mengetahui sesuatu sebagai mitos, manusia menjadi tidak mau lagi untuk berfikir
dan menjelaskannya berdasarkan ilmu pengetahuan. Tetapi, tak semua mitos itu
jelek, misalnya hal-hal yang baru diketahui anak-anak. bayi atau anak-anak yang
sedang makan itu mengunakan mitos, karena mereka makan itu tanpa mengetahui
atau dijelaskan terlebih dahulu pengertian makan, mengapa harus makan dan
sebagainya. Selain itu, Hermeneutika itu meliputi kebijaksanaan. Tapi, tidak
ada orang yang bijak, menganggap dirinya bijaksana, seseorang dikatakan filsuf,
bukan karena dia yang mengakui dirinya sendiri, tapi karena orang lain
yang mengetahui karya-karyanya dan membicarakannya
dalam masyarakat. Kalau kita yang mengakui sendiri, berarti kita tak akan mau
lagi untuk mengguanakan akal pikiran kita untuk terus memahami filsafat tetapi sudah terjebak mitos yang
menyesatkan.
Dalam perjalananya, tidak
semua masalah di dunia dapat diselesaikan dengan memahami filsafat. Hal ini
dapat dianalogikan sebagai berikut, kita tak mampu memikirkan atau bertanya
mengenai segala hal yang tidak kita ketahui, begitu pula dengan filsafat. filsafat
tak mampu menjelaskan segala persoalan. Manusia itu kecil, kita menggunakan filsafat
adalah sebagai sarana untuk melatih pola
fikir sesuai konteks ruang dan waktu yang mencakup segala yang ada dan mungkin ada. Berfilsafat itu salah satu cara kita
untuk berikhtiar agar kita tahu bagaimana diri kita sendiri. Filsafat itu
berkembang dengan sndirinya, tak ada yang mempengaruhinya. Filsafat tak hanya
filsafat di dunia, tapi juga di akhirat, filsafat akhirat adalah ketika kita
memikirkan seuatu yang berkaitan dengan ibadah, supaya benar harus bersandar
pada Qur’an dan sunnah. Selain itu, perlu juga untuk diingat, filsafat tak
hanya membawa seseorang ke arah kemajuan, tetapi juga dapat membawa orang ke
arah kemunduran atau hal-hal yang buruk. Contohnya Paham komunisme dalam Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang dulu
pernah ada di Indonesia. Pada saat itu
PKI ingin menjadikan Negara Indonesia beridiologi komunis, sehingga ia banyak
membunuh para Jendral dan orang-orang yang dianggap menghalangi niatnya
tersebut. Kemudian, PKI berhasil dibubarkan oleh pemerintah. Untuk itu, berhati-hatilah dalam berfilsafat
dan menggunakan kuasa yang kita miliki, karena apabila salah menggunakan kuasa
akan dapat membawa kita ke arah kemunduran.
Refleksi Mata Kuliah Filsafat Ilmu 10
september 2012
Rahmatya Nurmeidina
12709251038 PM-A 2012
..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar