Minggu, 23 September 2012

Membincang Waktu, Pribadi yang Tangguh dan Mimpi dalam Filsafat.


Waktu adalah bagian yang sangat penting dalam hidup ini. Tidak ada yang dapat mendahului waktu, bahkan kecepatan cahaya sekalipun. Pernyataan ini maksudnya berkaitan dengan penunjukkan waktu dalam sistemnya. Ada dua sistem waktu garis A dan garis B, garis A meliputi kemaren, sekarang, dan akan datang, garis B meliputi sebelum, peristiwa dan sesudah. Kita tidak dapat menunjuk waktu yang sekarang, karena ketika kita menunjuk waktu yang sekarang, setelah kita menunjuk atau mengatakannya, maka waktu tersebut telah menjadi waktu yang lampau. Kita tak dapat menunjuk waktu karena waktu lampau, sekarang dan yang akan datang itu adalah satu kesatuan. Waktu yang sekarang didefinisikan dengan waktu yang lampau dan didefinisikan dengan waktu yang akan datang. Maksudnya antara waktu yang telah lampau, sekarang dan masa akan datang akan terus berkesinambungan dan satu kesatuan. Implikasinya dalam hidup ini adalah kita tidak bisa terputus dengan masa lalu, sekarang dan masa datang.
Kejadian hidup bermacam-macam dikaitkan dengan waktu atau fenomena sehari-hari, misalnya kejadian hidup yang sehat atau berfilsafat sehat. Hidup yang sehat diawali dengan segala sesuatu yang sesuai dengan waktunya dan bertahap misalnya disiplin, hadir tepat waktu, belajar matematika bertahap dari yang paling sederhana, pertumbuhan bayi bertahap sesuai usianya. Sedangkan, hidup yang tidak sehat dapat dicontohkan dengan tidak ada kabar, hubungan yang terputus dengan orang lain contohnya terpisahnya ayah dan anak selama bertahun-tahun karena sang ayah bekerja sebagai pelaut. Cara memperbaikinya adalah dengan memperbaiki komunikasi.
Selain itu, Keadaan yang ragu-ragu atau bimbang merupakan keadaan yang tidak sehat. Kebimbangan terbagi dua, bimbang dalam pikiran dan bimbang dalam hati. Bimbang dalam pikiran membuat kita terpacu untuk berfikir, sehingga itu merupakan awal dari pengetahuan yang ingin kita dapatkan. Bimbang dalam hati, jangan sampai terjadi, karena kebimbangan dalam hati meskipun hanya satu merupakaan godaan dari syaithan yang mengoda keyakinan kita. Orang yang senantiasa berfikir mencari ilmu pengetahuan dan senantiasa menjaga keyakinan hatinya akan mampu menjadi pribadi yang tangguh.
Pribadi yang tangguh adalah pribadi yang selalu berikhtiar menggapai harmoni apapun yang terjadi, contohnya gasing, gasing yang sedang berputar sangat cepat, ketika ditendang ia tidak akan langsung berhenti, melainkan hanya berpindah tempat, lalu kembali berputar. Segala sesuatu yang diciptakan Allah di dunia, yaitu makhluk hidup dan alam semesta selalu bermanfaat untuk manusia, agar manusia bisa belajar metode hidup dari alam, contohnya buni berotasi dan berevolusi tanpa berhenti, mengajarkan kita agar senantiasa berikhtiar tanpa henti. Pribadi yang tangguh adalah pribadi yang senantiasa  berikhtiar, dinamis, fleksibel sesuai konteksnya dan kreatif dalam menghadapi setiap masalah. Ia tidak pernah berhenti mencari metode yang seimbang. Pribadi yang tangguh merupakan pribadi yang berhermeneutika, pribadi yang selalu menjalankan metode-metode hidup yang sehat, pribadi yang tangguh tidak berhenti, tetapi terus berjalan seperti waktu. Ketika kita berhenti, berarti kita telah melawan kodrat karena hidup adalah proses belajar tanpa henti. Ketika kita berhenti untuk belajar, maka keharmonisan dan kebahagiaan tidak dapat tercapai.
Perbincangan selanjutnya adalah tentang mimpi, mimpi menurut saya adalah sesuatu yang kita lihat dan rasakan ketika sedang tidur, seperti nyata namun tidak. mimpi itu bermacama-macam. Metode mimpi dan objek mimpi berdimensi. Tergantung siapa yang bermimpi dan bagaimana metode pendekatan untuk menjelaskan mimpi tersebut. Mempelajari mimpi berdasarkan kerja otak. Terkadang ketika kita melakukan sesuatu terhadap orang yang sedang tidur misalnya memperdengarkan musik, dapat mempengaruhi mimpinya. Bahkan dalam kemajuan zaman sekarang ini mimpi dapat dipesan, misalnya disetting menggunakan program komputer, dan lain-lain. Mimpi juga  dapat dikaitkan dengan hal-hal klenik atau kepercayaan masyarakat, misalnya mimpi di patok ular, dalam kepercayaan berarti jodohnya sudah dekat. Beberapa orang mempercayai mimpi sebagai ilham atau petunjuk untuk melakukan sesuatu. Ilham itu adalah sebuah petunjuk yang jelas secara tiba-tiba bahkan orang yang bermimpi itu tidak mengerti mengapa mimpi itu begitu jelas, sehingga orang tersebut percaya dengan mimpinya dan melaksanakan apa yang ada pada mimpi tersebut. Sehingga mimpi tersebut menjadi petunjuk untuk melakukan sesuatu, misalnya pemimpin mendapatkan petunjuk melaui mimpi bahwa ada jendralnya yang berkhianat, sehingga keesokan harinya ia langsung memecat jendral tersebut. Ada juga mimpi yang berkaitan dengan ranah spiritual misalnya mimpi bertemu rasul, tetapi tak bisa dialmi oleh sembarang orang, hanya orang dengan ketaqwaan yang tinggi saja dapat bermimpi bertemu dengan rasul.
Dalam mengungkap misteri mimpi ini, kita memikirkannya semampu akal dan pikiran kita. Ada sebuah peristiwa yang dikenal dengan istilah Dejavu, yaitu sesuatu yang pernah terjadi, seolah-olah pernah terjadi. contohnya misalnya ketika kita mengunjungi suatu tempat untuk pertama kalinya, kita merasa seolah-olah pernah berada pada tempat tersebut sebelumnya. Atau bayangan kita terhadap sesuatu, ternyata apa yang kita bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Di dalam proses berfikir itu adalah proses interaksi antara pengalaman yang asalnya dari bawah dan logika yang dari atas. Bagi sebagian orang hal ini bisa mengakibatkan kegelisahan tapi seharusnya hal-hal semacam itu merupakan suatu hal yang perlu disyukuri, sebagai sarana untuk menggali ilmu pengetahuan atau dapat kita jadikan sebagai eksperimen dalam hidup.



Refleksi Mata Kuliah Filsafat Ilmu 17 september 2012
Nama   : Rahmatya Nurmeidina
Nim     : 12709251038
PPS PM-A 2012




Minggu, 16 September 2012

Membincang Lupa, Benar, Hermeneutika dan Mitos dalam Filsafat


Pembahasan filsafat mencakup segala hal yang ada dan mungkin ada. Lupa juga dapat di bahas dalam sudut pandang filsafat. Dalam filsafat segala objek berdimensi, demikian juga dengan lupa. Lupa memiliki dimensi ruang dan dimensi waktu. Misalnya lupa tentang apa, lupa pada saat dimana, bagaimana lupa yang dialami atau kapan lupa itu terjadi. Ketika kita pernah mengalami hal-hal yang menyedihkan sehingga membuat kita trauma. Pada saat itu, kita ingin melupakan hal-hal yang menyedihkan tersebut, dan pada saat inilah kita bisa menyatakan itu sebagai manfaat lupa, yaitu untuk melupakan sesuatu yang menyedihkan atau sesuatu yang tidak kita sukai sehingga ingin dilupakan. Lupa adalah abstraksi, reduksi dan pilihan dibawah sadar yaitu suatu keadaan ketika kita memilih untuk tidak memperhatikan, tidak memikirkan sesuatu tanpa disadari. Pada dasarnya kodrat manusia melakukan reduksi, fokus memikirkan sesuatu. Sehingga, lupa itu adalah sebagian besar dari hidup dan diri kita, karena yang kita pikirkan hanya sedikit dari fenomena lain yang lebih banyak, tetapi tidak sedang kita pikirkan atau kita lupakan. Misalnya  ketika kita sekarang sedang belajar filsafat ilmu, pada saat itu pikiran kita hanya fokus mempelajari filsafat ilmu, sedangkan ilmu-ilmu yang lain misalnya matematika, untuk sementara kita lupakan dan begitu pula sebaliknya. Sehingga ada sepasang kalimat , yang menggambarkan tentang lupa.
Orang yang tidak lupa adalah diriku yang sedang memikirkannnya.
Orang yang lupa adalah dirimu yang sedang tidak memikirkannnya.
Selanjutnya, kita akan membincangkan tentang benar. Dalam filsafat, benar itu berdimensi, bertingkat-tingkat dan bermacam-macam, seperti benar dalam penglihatan, benar dalam pemikiran, benar dalam pendengaran. Benar dalam penglihatan adalah ketika kita melihat fakta secara langsung, benar dalam pendengaran adalah ketika kita mendengar sendiri, benar dalam pemikiran adalah ketika tak melihat dan mendengar, tapi kita merasa yakin dengan pikiran kita. Dalam filsafat, ada benar absolut dan benar material. Benar absolut adalah benar yang pasti yang merupaklan kuasa dan milik Allah SWT, yang menyangkut ranah spiritual, sedangkan benar material adalah benar secara hukum alam atau hukum sebab akibat misalnya gelas yang jatuh ke lantai akan pecah. Kemudian, ketika kita menjawab suatu pertanyaan, benar dan salahnya jawaban kita bersifat relatif karena segala sesuatu dalam filsafat berdimensi. Sesuatu dikatakan salah atau benar tergantung dimensi ruang dan waktu, contohnya hari ini adalah hari senin, benar ketika diucapkan pada hari senin, kemudian ketika diucapkan pada waktu yang berbeda misalnya keesokan harinya, maka jawaban hari senin merupakan jawaban yang salah, karena keesokan harinya adalah hari selasa. Jawaban umum yang berlaku satu dan universal disebut monotheisme. Jawaban yang hanya satu itu diwujudkan dalam kebenaran spritualitas. Jawaban yang berlaku umum, semakin universal jawabannya maka semakin absolut jawabannya dan menyangkut ke ranah Ketuhanan. Misalnya ketika seorang umat islam di tanyai mengenai berapa dan apa saja rukun islam, maka semuanya akan sama-sama menjawab rukun islam ada lima, yaitu Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat dan naik Haji bagi yang mampu. Sehingga ini merupakan jawaban yang sama, satu dan absolut. Sedangkan, kebenaran yang berkaitan dengan hal-hal duniawi, maka akan menjadi kebenaran yang bersifat relatif dan dapat berubah tergantung ruang dan waktu.
Dalam berfilsafat kita menggunakan metode Hermeunetika yang artinya terjemah dan menterjemahkan.  Hermeunetika tidak cukup hanya dipelajari tapi juga harus dlaksanakan. Intisarinya adalah menerjemahkan, menerjemahkan meliputi segala aspek, tidak cukup dengan hanya memikirkannya, tapi juga dengan melihat, mengatakan, menuliskan, dan mengamalkannya. Kemudian dalam filsafat islam, dinyatakan untuk menggapai sesuatu yang bersifat spiritual, tidak hanya dengan memikirkannya tapi juga mengamalkannya, misalnya ibadah-ibadah tidak hanya dipelajari tata caranya, tapi juga diamalkan dengan sungguh-sungguh. Ketika kita membaca, menulis dan bertanya, hal ini termasuk dalam bagian dari metode terjemah dan menerjemahkan.
            Dalam mempelajari filsafat, filsafat yunani kuno sering menjadi acuan, karena filsafat ini masih memiliki dokumen sebagai bukti. Selain itu, secara substansif Yunani Kuno adalah bangsa yang pertama kali mengubah mitos menjadi Logos. Para pemikir yunani berusaha menjelaskan dan membuktikan mitos-mitos tersebut, sehingga mitos-mitos tersebut dapat terbantahkan dengan penjelasan ilmu pengetahuan. Mitos adalah segala sesuatu yang diketahui dan langsung diterima saja karena dianggap sudah jelas tanpa dipikirkan atau dijelaskan lebih dahulu. Misalnya pada zaman dahulu bangsa yunani kuno mempercayai bahwa pelangi adalah jembatan para bidadari yang turun ke bumi, kemudian para pemikir Yunani kuno berusaha untuk memberikan penjelasan dengan pembuktian bahwa pelangi adalah hasil dari pemantulan cahaya. Mitos merupakan musuh besar filsafat, karena dengan mengetahui sesuatu sebagai mitos, manusia menjadi tidak mau lagi untuk berfikir dan menjelaskannya berdasarkan ilmu pengetahuan. Tetapi, tak semua mitos itu jelek, misalnya hal-hal yang baru diketahui anak-anak. bayi atau anak-anak yang sedang makan itu mengunakan mitos, karena mereka makan itu tanpa mengetahui atau dijelaskan terlebih dahulu pengertian makan, mengapa harus makan dan sebagainya. Selain itu, Hermeneutika itu meliputi kebijaksanaan. Tapi, tidak ada orang yang bijak, menganggap dirinya bijaksana, seseorang dikatakan filsuf, bukan karena dia yang mengakui dirinya sendiri, tapi karena orang lain yang  mengetahui karya-karyanya dan membicarakannya dalam masyarakat. Kalau kita yang mengakui sendiri, berarti kita tak akan mau lagi untuk mengguanakan akal pikiran kita untuk terus memahami  filsafat tetapi sudah terjebak mitos yang menyesatkan.
Dalam perjalananya, tidak semua masalah di dunia dapat diselesaikan dengan memahami filsafat. Hal ini dapat dianalogikan sebagai berikut, kita tak mampu memikirkan atau bertanya mengenai segala hal yang tidak kita ketahui, begitu pula dengan filsafat. filsafat tak mampu menjelaskan segala persoalan. Manusia itu kecil, kita menggunakan filsafat adalah  sebagai sarana untuk melatih pola fikir sesuai konteks ruang dan waktu yang mencakup segala yang ada dan mungkin  ada. Berfilsafat itu salah satu cara kita untuk berikhtiar agar kita tahu bagaimana diri kita sendiri. Filsafat itu berkembang dengan sndirinya, tak ada yang mempengaruhinya. Filsafat tak hanya filsafat di dunia, tapi juga di akhirat, filsafat akhirat adalah ketika kita memikirkan seuatu yang berkaitan dengan ibadah, supaya benar harus bersandar pada Qur’an dan sunnah. Selain itu, perlu juga untuk diingat, filsafat tak hanya membawa seseorang ke arah kemajuan, tetapi juga dapat membawa orang ke arah kemunduran atau hal-hal yang buruk. Contohnya Paham komunisme dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dulu pernah  ada di Indonesia. Pada saat itu PKI ingin menjadikan Negara Indonesia beridiologi komunis, sehingga ia banyak membunuh para Jendral dan orang-orang yang dianggap menghalangi niatnya tersebut. Kemudian, PKI berhasil dibubarkan oleh pemerintah.  Untuk itu, berhati-hatilah dalam berfilsafat dan menggunakan kuasa yang kita miliki, karena apabila salah menggunakan kuasa akan dapat membawa kita ke arah kemunduran.


Refleksi Mata Kuliah Filsafat Ilmu 10 september 2012
Rahmatya Nurmeidina
12709251038 PM-A 2012

..

Minggu, 09 September 2012

Mengenal Filsafat

Dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan ini, kita memerlukan suatu skema yang disebut dengan adab atau tata cara hidup. Sehingga dapat diartikan bahwa, filsafat itu adalah adab itu sendiri. Dalam prakteknya, diharapkan filsafat dapat membuat orang semakin meningkatkan tingkat spritualitas atau ibadahnya kepada Tuhan, bukan membuat seseorang tidak mengakui adanya Tuhan dan semakin jauh dari agama. Pada kenyataannya, orang yang sangat mahir berfilsafat, belum tentu akan semakin relegius. Contohnya, pernah terjadi ada seseorang yang sangat ahli dalam berfilsafat mengakui, ia tidak menyembah Tuhan, karena merasa tidak mengerti. Padahal, harus kita ketahui  bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan, tentu tak bisa kita pikirkan dengan logika semata, melainkan sesuatu yang harus kita yakini adanya. Oleh karena itu, sebelum berfilsafat dan mempelajarinya lebih jauh, hendaknya kita meluruskan niat meyakini bahwa Tuhan pasti ada dengan menanamkan keyakinan itu di dalam hati karena pikiran kita tidak mampu untuk menjelaskannya. Tidak mungkin kita memahami ranah spiritual hanya dengan pikiran saja, penjelasannya dapat kita analogikan sebagai berikut. Apa yang kita tuliskan tentu lebih sedikit dari apa yang kita katakan, kata-kata kita tentu lebih sedikit daripada apa yang ada di pikiran kita, apa yang ada di dalam pikiran kita tentu lebih sedikit daripada apa yang ada di perasaan kita. Artinya tak semua yang kita rasakan dapat kita pikirkan atau sebaliknya pikiran kita tidak mampu memikirkan semua perasaan kita. Berarti bisa saja kita merasakan sesuatu dalam hati kita meskipun otak kita tak mampu mikirkannya. Di hati itulah letaknya ranah spiritualitas. Ranah spritualitas tidak mungkin hanya dapat dipahami dengan pikiran, tapi juga dengan perasaan hati kita. Dari perasaan inilah, timbul sebuah keyakinan yang pikiran kita tak mampu untuk menjangkaunya.
Filsafat dapat didasarkan atas pengalaman, setengah bagian didasarkan atas pengalaman dan setengah bagian lagi didasarkan atas logika. Dengan mengembangkan daya fikir berdasarkan logika dan pengalaman, kita dapat memikirkan sesuatu yang sepertinya tidak mungkin, sehingga menjadi mungkin terjadi.
Manfaat filsafat sejalan dengan pola pikir kita. Karena filsafat adalah bagian dari pola fikir kita. Filsafat tak hanya berfikir tapi berfikir yang bersifat reflektif, sifat filsafat reflektif itu yaitu bersifat ekstensif (sedalam-dalamnya) dan bersifat intensif (seluas-seluasnya). Maksudnya ketika kita berfilsafat, maka kita memikirkan sesuatu dengan merefleksikannya secara dalam dan luas, tidak hanya sebagian-sebagian saja. Alat yang digunakan dalam berfilsafat adalah bahasa analog. Ketika kita tak mampu memikirkan secara langsung tentang sesuatu, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan ranah spiritual tadi, maka kita dapat menganalogikannya terlebih dahulu, agar pikiran kita dapat menerimanya. Bahasa analog dapat dipahami sebagai bahasa kiasan yang memiliki makna mendalam. Selanjutnya, objek filsafat secara umum adalah segala yang ada dan mungkin ada. Sedangkan, objek filsafat matematika adalah segala yang ada dan mungkin ada dalam matematika. Sesuatu yang mungkin ada disini maksudnya adalah sesuatu yang akan kita ketahui, tapi masih belum jelas. Setelah kita mengetahui hal itu dengan jelas, maka sesuatu itu menjadi ada bagi kita. Penjelasan seperti itu, hanya berlaku untuk filsafat secara umum. Dalam ranah spiritual, Tuhan sudah pasti ada dalam hati kita, meskipun pikiran kita tak mampu menjelaskannya.
 Filsafat dapat diartikan pula sebagai pemikiran para filsuf. Sehingga dalam mempelajri filsafat, kita harus membaca tulisan-tulisan dan memahami cara berfikir filsuf yang telah lalu agar dapat mengambil hikmah dari pemikiran mereka. Filsafat akan terus ada dan berkembang, selama masih ada manusia. Metode filsafat adalah terjemah dan menerjemahkan yang disebut dengan  hermeunitika. Ketika kita berfilsafat, maka kita sedang mengontruksi atau membangun pikiran kita, persepsi  orang dalam berfilsafat mungkin saja berbeda tergantung pola fikir dan bahan bacaan yang menjadi sumber insfirasinya. Sehingga,dalam filsafat bukan jawaban yang kita cari, tapi alasannya, apakah alasan tersebut dapat menjelaskan apa yang sedang dipertanyakan karena filsafat dapat diartikan pula sebagai penjelasan. Dalam berfilsafat sering terjadi kontradiktif dalam pikiran kita, maka hal itu bagus karena hal yang berlawanan dapat memicu munculnya calon dari ilmu pengetahuan baru. Namun, jangan sampai terjadi kontradiktif dalam hati yang mengakibatkan pertentangan dalam ranah spiritual. Bila itu terjadi, segeralah memohon ampun kepada Allah. Kita dapat meningkatkan kemampuan berfilsafat dengan terus menerus membaca dan mempelajari apa saja yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan kita. Berfilsafat mulai dari hal-hal yang kecil, tidak perlu menunggu sesuatu yang besar terjadi dan dapat kita lakukan meskipun hanya seorang diri. Proses belajar dan menerapkan filsafat dalam pembelajaran matematika dapat direfleksikan atau dianalogikan dengan pertumbuhan pohon dari biji, menjadi pohon yang  terus bertambah besar, berbunga dan berbuah secara bertahap dan alami dan ketika telah berbuah berarti kita telah mampu menerapkannya.
                                                                                       

Refleksi Mata Kuliah Filsafat 3 september 2012
Rahmatya Nurmeidina
12709251038 PM-A 2012