Minggu, 25 November 2012

Membincang Filsafat dan Pendidikan


           Selama mengikuti perkuliahan filsafat ini rasanya benyak hal yang telah kita pelajari dalam filsafat, tapi tentu saja masih banyak pula yang belum kita pelajari. Ketika seseorang ingin mempelajari cabang suatu filsafat misalnya filsafat matematika, lalu muncul sebuah pertanyaan apakah orang yang ingin mempelajari filsafat matematika, harus sempurna matematikanya atau apakah ia juga harus memiliki karya ilmiah tertinggi seperti hadiah nobel? Sepertinya tidak, ketika seseorang ingin mempelajari filsafat bidang ilmu tertentu misalnya matematika. Tidak perlu harus ahli dalam bidang tersebut sampai tahap paripurna, tapi setidaknya ia memiliki ilmu yang cukup untuk berfilsafat, dan tidak juga terlampau sedikit. Namun, ketika seseorang meiliki latar belakang ilmu yang tinggi, tentu hasil filsafatnya akan lebih baik. Namun, dikhawatirkan seseorang  yang sudah memiliki latar belakang ilmu yang tinggi, akan sulit fleksibel dalam mereflesikan ilmunya dalam filsafat.
Banyak hal yang perlu kita refleksikan, meliputi yang ada dan mungkin ada. Berfilsafat menggunakan metode hidup hermeneutika yang dianalogikan seperti spiral, sehingga hidup akan  mengulang dan terus mengulang. Berfilsafat itu juga merupakan proses berpikir kritis (kritikal thinking), berfikir memiliki banyak dimensi dan hubungan dengan aspek lain. Setiap pembahasan dalam filsafat meliputi ruang-ruang yang didalamnya ada dimensi material, formal, normative, spiritual, ruang arkaeg, ruang politik, ruang diri, subjektif, universal, kuantitatif, dan kualitatif.
Selanjutnya, kita membahas tentang karakter matematika, Fungsi karakter matematika di sekolah yaitu menumbuhkan kesadaran penggolongan atau klasifikasi matematika, hal ini sejalan dengan filsafat. Dalam filsafat penggolongan atau klasifikasi itu disebut kategori. Kategori adalah bagian dari kehidupan, ilmu adalah kategori  tanpa kategori kita tidak dapat hidup. Selain itu kategori juga bagian dari intuisi ruang.
Filsafat dan pendidikan merupakan dua ilmu yang tak bisa terpisahkan. Agar dapat memperdalam ilmu pendidikan, sebaiknya seseorang juga mempelajari filsafat. Paul ernest seorang ilmuan dari ilmu yang netral membuat peta pendidikan, yang terdiri dari lima dunia. Dunia Kaum Industrialis, Dunia Kaum Konservatif, Dunia Kaum Humanis, Dunia Kaum Progresif, Education is for All (pendidikan untuk semuanya).
Apabila kaum industrialis yang menguasai pendidikan, maka pendidikan hanya bertumpu pada Sesuatu yang keuntungannya terlihat nyata, seperti mengutamakan baca tulis dan hitung, aspek seni tidak dianggap penting. Padahal pendidikan tidak bisa seperti itu, apabila itu terjadi maka intuisi dalam matematika akan hilang.  Dalam mendefinisikan setiap ilmu dapat dilatarbelakangi oleh lima dunia yang telah disebutkan diatas. Tiga dunia kaum yang pertama yaitu Kaum industrialis, Kaum konservatif dan Kaum humanis mendefinisikan matematika sebagai structure of knowledge, kebanyakan matematicians di dunia ini mengangap matematika bagian dari industri. Sehingga matematika diajarkan sebagai pengetahuan yang sarat dengan definisi-definisi. Sehingga kadang tercipta stigma matematika itu kaku dan tidak bisa bersosialisasi. Sedangkan dunia yang ketiga dan keempat, Kaum Progresif dan Education for All, mendefinisikan manusia sebagai kegiatan, bahkan kegiatan sosial. Dengan seperti itu intuisi matematika pada siswa dapat berkembang dengan baik. Kaum industrialis, konservatif dan humanis, mengukur pendidikan dalam Ujian Nasional, sedangkan Kaum progresif dan Education is for all mengukur hasil pendidikan dalam penilaian fortopolio. Lima dunia ini juga seakan berlomba mempengaruhi latar belakang kurikulum di Indonesia. Harapannya dunia progresif dan Education for All lah, yang melatar belakangi kurikulum itu. Sehingga pendidikan tidak hanya menjadi sesuatu yang berpusat pada segolongan orang saja, tetapi untuk semuanya, “Pendidikan untuk Semua”. Pendidikan yang baik, tidak bersifat humanis (berpusat pada manausia), tetapi bersifat Humaniora yang berpusat pada sifat-sifat manusiawi yang berpusat pada Tuhan.

Refleksi Mata Kuliah Filsafat 26 November 2012
Rahmatya Nurmeidina
12709251038 PM-A 2012


Minggu, 18 November 2012

Membincang Ruang, Waktu dan Intuisi


Ruang merupakan bagian tak terpisahkan dari filsafat. Ruang diekstensikan dengan bahasa analog, cara mengintensifkan dengan menggunakan bahasa analog atau refleksi, dalam bentuk analog, ruang material, formal dan normative. Ruang juga disebut intuisi. Dari segi normative ruang menurut sang power now (pemilik kekuasaan) yaitu arkaeg, tribal, tradisional feodal, modern dan seterusnya. Setiap yang ada dan mungkin ada adalah ruang, ruang itu sendiri mencakup wadah dan isi. Disebut wadah jika tidak ada isinya, disebut isi jika ada wadahnya. Kemudian  memahami wadah dengan isi, lalu memahami isi dengan wadah. Kita memahami ruang dengan menggunakan intuisi, contohnya geometri adalah intuisi keruangan. Dalam memahami panjang, luas, jauh, dekat, kita tidak perlu mendefinisikannya terlebih dahulu, karena semua orang sudah mengetahui maksudnya apa. Ketika kita dapat memahami sesuatu tanpa dijelaskan melalui definisi atau memahami sesuatu dengan sendirinya secara alami, berarti kita telah memahami sesuatu dengan menggunakan intuisi. Sedangkan, penjelasan melalui definisi  sifatnya fondasionalisme, yaitu memotong dan menganggap tahu yang juga disebut fondasionism. Definisi itu adalah pembatasan karena ada yang membatasi,Memahami ruang dan waktu  itu penting, karena apapun yang ada dan mungkin ada adalah ruang dan waktu, kita mengerti dan memahami sesuatu dalam ruang dan waktu, dan juga kita hidup dalam ruang dan waktu. Kita memahami ruang melalui waktu dan memahami waktu melaui ruang.
Intuisi memiliki peran penting dalam pembelajaran, misalnya pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika menjadi momok dan menakutkan karena gurunya tidak mengerti intuisi,artinya guru hanya mengajarkan definisi-definisi tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami pelajaran menggunakan intuisi. Untuk mengembalikan intuisi yang telah hilang salah satu canya adalah dengan belajar filsafat. Karena filsafat mengajarkan kita untuk memahami sesuatu dengan intuisi. Adapun intuisi itu berdimensi, secara garis besar terbagi 2, yaitu ruang dan waktu. Secara professional, kita juga dapat mendefinisikan intuisi secara aksiomatik sebagai ruang berdimensi n. Namun ruang berdimensi n ini hanya dipahami oleh orang dewasa yang mempelajari matematika, Mempelajari filsafat juga mencakup mempelajari matematika dan mempelajari konsistensi, Dalam pendidikan bila kita dapat membedakan wadah atau kategori, maka hal inilah yang disebut klasifikasi, sedangkan, dalam filsafat disebut  kategori. Karakter matematika adalah terampil menggolong-golongkan, sedangkan karakter filsafat yaitu memahami kategori. Kategori itu adalah ruang, ilmu itu adalah kategori, tiada ilmu tanpa kategori, setiap orang mempunyai ruang dan waktunya masing meliputi yang ada dan mungkin ada.
Dalam dunia pendidikan, matematika ada standarnya, Standar digunakan untuk menyamakan ukuran, misalnya ukuran 1 liter. Sesuatu yang sama dalam matematika itu disebut mathic isomorphism. Sesuatu yang sama meliputi karakter-karakter ruang dan waktu, pikiran,  wadah dan isi yang sama disebut isomorfisme, pikiran yang membangun disebut architek. Ada pola-pola interaksi yang dapat meghubungkan antara ruang yang satu dengan yang lain, selain itu ada juga kegiatan yang melebihi hal itu yaitu kegiatan yang dapat menembus ruang dan waktu. Bila diterapkan dalam hal menyangkut diri kita, yang menembus ruang dan waktu adalah dirimu. Dirimu itu berdimensi, dimensi material yaitu dirimu secara konkret, dimensi formal yaitu tulisanmu, dimensi normatif adalah pikiranmu, sedangkan dimensi spiritual adalah doa-doa amal perbuatanmu, sedangkan doa tergantung dari keikhlasan masing2, itulah doa yang menembus ruang dan waktu. Contoh lain adalah kuliah, secara material kuliah, secara formal apabila nama kita tidak tercantum  dalam daftar hadir akan terhambat menembus ruang dan waktu secara formal atau mendapatkan nilai atau bila karena kuliah kamu melupakan sholat, kamu mengalami hambatan dalam transformasi spiritual dalam dimensi  kuliahmu. Padahal  yang ada dan mungkin ada berupa waktu, bisa berputar, berkelanjutan dan berkesatuan, dan dalam ruang bisa diakumulasikan sebagai ruang berdimensi n. Kita mereflesikan dan merenung. Intuisi bisa diawal dan akhir, intuisi juga dapat dipengaruhi oleh pengalaman.  Intuisi orang berpengalaman berbeda dengan orang-orang yang tidak berpengalaman, spiritual intuisi adalah doa, lalu spiritual doa adalah ketajaman doa. Dalam membincangkan  tentang hal ini, setiap orang bebas mengeluarkan pendapat dan pemikirannya. Ketika belajar filsafat yang penting disini adalah sejauh mana kita dapat menjelaskana tentang pemikiran dan pendapat kita tersebut. 


Nama : Rahmatya Nurmeidina
NIM    : 12709251038
Refleksi kuliah filsafat tanggal 12 November