Minggu, 09 September 2012

Mengenal Filsafat

Dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan ini, kita memerlukan suatu skema yang disebut dengan adab atau tata cara hidup. Sehingga dapat diartikan bahwa, filsafat itu adalah adab itu sendiri. Dalam prakteknya, diharapkan filsafat dapat membuat orang semakin meningkatkan tingkat spritualitas atau ibadahnya kepada Tuhan, bukan membuat seseorang tidak mengakui adanya Tuhan dan semakin jauh dari agama. Pada kenyataannya, orang yang sangat mahir berfilsafat, belum tentu akan semakin relegius. Contohnya, pernah terjadi ada seseorang yang sangat ahli dalam berfilsafat mengakui, ia tidak menyembah Tuhan, karena merasa tidak mengerti. Padahal, harus kita ketahui  bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan, tentu tak bisa kita pikirkan dengan logika semata, melainkan sesuatu yang harus kita yakini adanya. Oleh karena itu, sebelum berfilsafat dan mempelajarinya lebih jauh, hendaknya kita meluruskan niat meyakini bahwa Tuhan pasti ada dengan menanamkan keyakinan itu di dalam hati karena pikiran kita tidak mampu untuk menjelaskannya. Tidak mungkin kita memahami ranah spiritual hanya dengan pikiran saja, penjelasannya dapat kita analogikan sebagai berikut. Apa yang kita tuliskan tentu lebih sedikit dari apa yang kita katakan, kata-kata kita tentu lebih sedikit daripada apa yang ada di pikiran kita, apa yang ada di dalam pikiran kita tentu lebih sedikit daripada apa yang ada di perasaan kita. Artinya tak semua yang kita rasakan dapat kita pikirkan atau sebaliknya pikiran kita tidak mampu memikirkan semua perasaan kita. Berarti bisa saja kita merasakan sesuatu dalam hati kita meskipun otak kita tak mampu mikirkannya. Di hati itulah letaknya ranah spiritualitas. Ranah spritualitas tidak mungkin hanya dapat dipahami dengan pikiran, tapi juga dengan perasaan hati kita. Dari perasaan inilah, timbul sebuah keyakinan yang pikiran kita tak mampu untuk menjangkaunya.
Filsafat dapat didasarkan atas pengalaman, setengah bagian didasarkan atas pengalaman dan setengah bagian lagi didasarkan atas logika. Dengan mengembangkan daya fikir berdasarkan logika dan pengalaman, kita dapat memikirkan sesuatu yang sepertinya tidak mungkin, sehingga menjadi mungkin terjadi.
Manfaat filsafat sejalan dengan pola pikir kita. Karena filsafat adalah bagian dari pola fikir kita. Filsafat tak hanya berfikir tapi berfikir yang bersifat reflektif, sifat filsafat reflektif itu yaitu bersifat ekstensif (sedalam-dalamnya) dan bersifat intensif (seluas-seluasnya). Maksudnya ketika kita berfilsafat, maka kita memikirkan sesuatu dengan merefleksikannya secara dalam dan luas, tidak hanya sebagian-sebagian saja. Alat yang digunakan dalam berfilsafat adalah bahasa analog. Ketika kita tak mampu memikirkan secara langsung tentang sesuatu, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan ranah spiritual tadi, maka kita dapat menganalogikannya terlebih dahulu, agar pikiran kita dapat menerimanya. Bahasa analog dapat dipahami sebagai bahasa kiasan yang memiliki makna mendalam. Selanjutnya, objek filsafat secara umum adalah segala yang ada dan mungkin ada. Sedangkan, objek filsafat matematika adalah segala yang ada dan mungkin ada dalam matematika. Sesuatu yang mungkin ada disini maksudnya adalah sesuatu yang akan kita ketahui, tapi masih belum jelas. Setelah kita mengetahui hal itu dengan jelas, maka sesuatu itu menjadi ada bagi kita. Penjelasan seperti itu, hanya berlaku untuk filsafat secara umum. Dalam ranah spiritual, Tuhan sudah pasti ada dalam hati kita, meskipun pikiran kita tak mampu menjelaskannya.
 Filsafat dapat diartikan pula sebagai pemikiran para filsuf. Sehingga dalam mempelajri filsafat, kita harus membaca tulisan-tulisan dan memahami cara berfikir filsuf yang telah lalu agar dapat mengambil hikmah dari pemikiran mereka. Filsafat akan terus ada dan berkembang, selama masih ada manusia. Metode filsafat adalah terjemah dan menerjemahkan yang disebut dengan  hermeunitika. Ketika kita berfilsafat, maka kita sedang mengontruksi atau membangun pikiran kita, persepsi  orang dalam berfilsafat mungkin saja berbeda tergantung pola fikir dan bahan bacaan yang menjadi sumber insfirasinya. Sehingga,dalam filsafat bukan jawaban yang kita cari, tapi alasannya, apakah alasan tersebut dapat menjelaskan apa yang sedang dipertanyakan karena filsafat dapat diartikan pula sebagai penjelasan. Dalam berfilsafat sering terjadi kontradiktif dalam pikiran kita, maka hal itu bagus karena hal yang berlawanan dapat memicu munculnya calon dari ilmu pengetahuan baru. Namun, jangan sampai terjadi kontradiktif dalam hati yang mengakibatkan pertentangan dalam ranah spiritual. Bila itu terjadi, segeralah memohon ampun kepada Allah. Kita dapat meningkatkan kemampuan berfilsafat dengan terus menerus membaca dan mempelajari apa saja yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan kita. Berfilsafat mulai dari hal-hal yang kecil, tidak perlu menunggu sesuatu yang besar terjadi dan dapat kita lakukan meskipun hanya seorang diri. Proses belajar dan menerapkan filsafat dalam pembelajaran matematika dapat direfleksikan atau dianalogikan dengan pertumbuhan pohon dari biji, menjadi pohon yang  terus bertambah besar, berbunga dan berbuah secara bertahap dan alami dan ketika telah berbuah berarti kita telah mampu menerapkannya.
                                                                                       

Refleksi Mata Kuliah Filsafat 3 september 2012
Rahmatya Nurmeidina
12709251038 PM-A 2012



Tidak ada komentar:

Posting Komentar