Perkuliahan filsafat
telah berakhir hari ini, namun pada hakikatnya berfilsafat dan memahami dunia
sekeliling dengan hermeneutika, tidak berakhir sampai di sini. Banyak ilmu yang
telah di dapat selama satu semester ini. Harapannya ilmu-ilmu yang diperoleh
itu dapat diimplemetasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seseorang yang
berkecimpung di dunia pendidikan, khususnya pendidikan matematika, hendaknya
kita dapat mengamalkan dan menerapkan filsafat dalam pembelajaran matematika.
Berikut diuraikan tentang filsfat dalam pembelajaran matematika.
Filsafat
meliputi segala hal yang ada dan mungkin ada, oleh karena itu segala yang ada
tentu dapat dikaitkan dengan filsafat. Termasuk pendidikan (pembelajaran)
matematika. Filsafat
dan pendidikan merupakan dua ilmu yang tak bisa terpisahkan. Berkecimpung di
dunia pendidikan, tanpa mempelajari filsafat merupakan sesuatu yang timpang dan
tak harmoni.
Seoarang Filsuf, Imanuel Kant
menyatakan bahwa 'matematika akan menjadi ilmu jika dia dibangun di atas
intuisi ruang dan waktu', artinya matematika tidak bisa dikatan ilmu jika tidak
dibangun di atas intuisi, 'matematika akan menjadi ilmu jika dia bersifat
sintetik a priori', dalam sintetik apriori kita menggunakan akal budi dan
pengalaman indrawi secara serentak. Dalam kaitannya dengan dunia pendidikan. Paul
ernes membuat peta pendidikan, yang terdiri dari lima dunia. Dunia Kaum
Industrialis, Dunia Kaum Konservatif, Dunia Kaum Humanis, Dunia Kaum Progresif,
Education is for All (pendidikan untuk semuanya).
Dalam mendefinisikan setiap ilmu dapat
dilatarbelakangi oleh lima dunia yang telah disebutkan diatas. Tiga dunia kaum
yang pertama yaitu Kaum industrialis, Kaum konservatif dan Kaum humanis
mendefinisikan matematika sebagai structure of knowledge, kebanyakan
matematicians di dunia ini mengangap matematika bagian dari industri. Apabila
kaum industrialis yang menguasai pendidikan, maka pendidikan hanya bertumpu
pada Sesuatu yang keuntungannya terlihat nyata. Padahal pendidikan tidak bisa
seperti itu, apabila itu terjadi maka intuisi dalam matematika akan
hilang.Sehingga matematika diajarkan sebagai pengetahuan yang sarat dengan
definisi-definisi tanpa mereka mengerti maknanya. Sehingga kadang tercipta
stigma matematika itu kaku dan tidak bisa bersosialisasi. Sedangkan dunia yang
keempat dan kelima, Kaum Progresif dan Education for All, mendefinisikan ilmu
sebagai kegiatan, bahkan kegiatan sosial. Dengan seperti itu intuisi matematika
pada siswa dapat berkembang dengan baik.
Berawal
dari sinilah definisi matematika sekolah
yang dikemukakan oleh Ebbutt dan Straker (dalam marsigit 2012) :
(1) kegiatan
matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan,
(2) kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan
(2) kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi dan penemuan
(3) kegiatan dan
hasil-hasil matematika perlu dikomunikasikan,
(4) kegiatan
problem solving merupakan bagian dari kegiatan matematika,
(5) algoritma merupakan prosedur untuk
memperoleh jawaban-jawaban persoalan matematika,
(6) interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.
(6) interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.
Dengan
menerapakan Metode Filsafat yaitu hermeneutika (terjemah dan menterjemahkan)
terhadap segala sesuatu membuat kita dapat menggapai harmoni dalam hidup.
Hermeneutika dalam matematika matematik horizontal vertical. Hermeneutika
matematika, terjemah dan menterjemahkan dalam matematika terangkum dalam 2
bagian, yaitu Horizontal Mathematics (matematisasi Horizzontal) dan Vertical
Mathematics (matematisasi vertical).
Menurut
Treffers Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal
kontekstual dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba
menyelesaikan soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri.
Matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata kedalam dunia simbol
dengan kata lain matematisasi horizontal meghasilkan konsep, prinsip, atau
model matematika dari masalah kontekstual sehari-hari. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses
formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba
menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal
sejenis secara langsung tanpa bantuan konteks. Dengan kata lain menghasilkan
konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri termasuk
matematika vertikal.
Contohnya, untuk memperkenalkan angka 2,
Misalnya, objek matematika material berupa “bilangan 2 yang terbuat dari papan
triplek yang digergaji dan kemudian diberi warna yang indah”. Di dalam khasanah matematika material, kita
dapat memikirkan bilangan 2 yang lebih besar, bilangan 2 yang lebih kecil,
bilangan 2 yang berwarna merah, bilangan 2 yang berwarna biru, dan seterusnya.
Pada dimensi formal terdapat pencampuradukan antara pengertian bilangan dan
angka. Tetapi, begitu kita memasuki dimensi matematika formal, semua sifat dari
bilangan 2 tadi kita singkirkan, dan yang kita pikirkan sifat nilai nya saja
dari 2.
Kita tidak mampu memikirkan nilai bilangan 2 jika kita tidak memiliki bilangan-bilangan yang lain. Nilai bilangan 2 adalah lebih besar dari bilangan 1, tetapi lebih kecil dari bilangan 3. Secara normatif, makna bilangan 2 mengalami ekstensi dan intensi.
Jika diintensifkan, bilangan 2 dapat bermakna “genap”, dapat bermakna “pasangan”, dapat bermakna “bukan ganjil”, dapat bermakna “ayah dan ibu”, atau dapat bermakna “bukan satu”. Secara metafisik, bilangan 2 dapat bermakna “jarak antara dua hal” misalnya jarak antara potensi dan vitalitas, jarak antara konkret dan abstrak, jarak antara subjek dan objek, dan seterusnya. Jika diekstensifkan, maka makna bilangan 2 dapat berupa 2 teori, 2 teorema, 2 sistem matematika, 2 variabel, 2 sistem persamaan, dan seterusnya. Dengan cara yang sama kita dapat melakukan intensi dan ekstensi untuk semua objek matematika.
Kita tidak mampu memikirkan nilai bilangan 2 jika kita tidak memiliki bilangan-bilangan yang lain. Nilai bilangan 2 adalah lebih besar dari bilangan 1, tetapi lebih kecil dari bilangan 3. Secara normatif, makna bilangan 2 mengalami ekstensi dan intensi.
Jika diintensifkan, bilangan 2 dapat bermakna “genap”, dapat bermakna “pasangan”, dapat bermakna “bukan ganjil”, dapat bermakna “ayah dan ibu”, atau dapat bermakna “bukan satu”. Secara metafisik, bilangan 2 dapat bermakna “jarak antara dua hal” misalnya jarak antara potensi dan vitalitas, jarak antara konkret dan abstrak, jarak antara subjek dan objek, dan seterusnya. Jika diekstensifkan, maka makna bilangan 2 dapat berupa 2 teori, 2 teorema, 2 sistem matematika, 2 variabel, 2 sistem persamaan, dan seterusnya. Dengan cara yang sama kita dapat melakukan intensi dan ekstensi untuk semua objek matematika.
Referensi
Marsigit. 2012.
Peta pendidikan Paul Ernest.
Marsigit 2012.
Artikel Populer. Pendidikan Karakter dalam pendidikan matematika.
Marsigit. 2012.
Hermenetika Pembelajaran Matematika.
Refleksi
perkuliahan filsafat oktober-desember 2012.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2252013-realistic-mathematic-education-rme/#ixzz2Ecgq3Vx4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar